Arist Merdeka Sirait Minta Pemerintah Buka Data Korban Covid-19 dari Kalangan Anak, Ini Alasannya
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait meminta pemerintah utamanya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 untuk membuka data korban Covid 19 dari kalangan anak. Ia menilai data data tersebut penting untuk menentukan arah kebijakan pemerintah dalam upaya mengatasi penyebaran Covid 19 yang berorientasi pada keberlanjutan dan sensitif pada hak anak. Oleh sebab itu, Arist mengharapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 adanya keterbukaan data setiap melaporkan perkembangan penyebaran wabah corona.
Utamanya untuk memberikan data terkonfirmasi berapa jumlah anak yang terpapar virus corona atau meninggal dunia maupun sembuh berdasarkan klasifikasi usia. Arist juga mengaku telah meminta dan menugaskan semua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) se Nusantara untuk memulai mendata di masing masing daerah pelayanannya. Termasuk berusaha mendapat data data akurat dan terkonfirmasi berapa jumlah anak yang terpapar wabah Covid 19, baik meninggal dan sembuh.
"Sebab sudah banyak anak yang dilaporkan dalam posisi terinfeksi virus corona di berbagai daerah seperti di Kutai Timur, di Kabupaten Samosir dan di Manado." "Ayo kita selamatkan anak Indonesia dari serangan wabah Covid 19. Anak Indonesian tangguh dan merdeka," ajak Arist. Arist juga membeberkan pandangannya perihal kebijakan Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Menurutnya, kebijakan PSBB tidak berperspektif dan sensitif terhadap hak anak. Ia menejaskan kebijakan PSBB tidak selaras dengan ketentuan Konvensi Internasional PBB tentang Hak Anak tahun 1989 maupun UU RI No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Menurut pria berkacamata ini sesungguhnya setiap negara yang menyatakan bencana alam dan non alam sebagai bencana nasional adan kewajiban suatu negara untuk menetapkan sebuah kebijakan sistem layanan kedaruratan.
Termasuk layanan kedaruratan bagi anak untuk mendapatkan jaminan, layanan kesehatan, makanan serta layanan pendidikan dengan menggunakan sistem kedaruratan. "Namun bila dicermati lebih jauh lagi ternyata tidak ada satu kata pun aturan atau kebijakan PSBB yang memberikan orientasi jaminan perlindungan terhadap pelanggaran hak anak sebagai layanan kedaruratan," kata Arist. Arist melanjutkan penjelasannya, kesensitifan PSSB terhadap hak anak sendiri dapat dilihat jauh sebelum penerapan kebijakan ini.
Ia memandang jauh sebelum PSBB diberlakukan sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid 19, anak sudah diminta jauh sebelumnya untuk" tinggal, belajar, bermain dan beribadah dirumah. Namun tidak diikuti dengan pemenuhan hak hak dasar lainnya, seperti pemberian makanan bergizi untuk meningkatkan kekebalan ( immunity ) tubuh anak untuk melawan serangan wabah corona. "Sementara bantuan sosial kemanusiaan dalam bentuk pemberiaan sembako kepada masyarakat hanya berorientasi pada kebutuhan orang dewasa."
"Kebutuhan dasar berupa makanan untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak dari serangan wabah corona misalnya terabaikan," urai Arist.